Anaknya

Malam itu seorang ibu menunggu suaminya pulang dari kerja. Ibu itu
cemas karena sampai jam setengah sepuluh malam suaminya belum
juga pulang. Cemasnya bertambah ketika dentang jam dinding
menunjukkan pukul sepuluh. Lambat laun kecemasannya berkurang
tatkala ia mendengar suara langkah kaki mendekat kearah pintu.
Disibakkan segera gorden yang menutupi kaca besar disamping pintu.
Tak sabar ingin melihat suaminya pulang. Ternyata benar, suara langkah
kaki itu milik suaminya. Dibukanya pintu untuk segera menyambut
kepulangan suaminya...
Sesampainya di dalam rumah, suaminya mempersilahkan istrinya duduk
seraya ia berkata, “Maafkan saya istriku, saya membuatmu cemas. Tadi
saya harus menambah penghasilan kita untuk bersalinmu nanti.
Sepulang kerja saya gunakan motor kita untuk menarik ojek di dekat
kantor. Lumayan bisa nambah-nambah.” Sambil mengelus-elus
perutnya yang buncit menjawab,”Saya khawatir terjadi apa-apa. Sudah
jam sepuluh cuma kamu belum pulang juga. Kalau saya tiba-tiba mau
melahirkan bagaimana?” Dengan penuh bijak suaminya menenangkan
istrinya,”Makanya kita harus berdoa terus kepada Allah agar anak kita
bisa lahir dengan selamat. Walau saya tidak ada di samping kamu,
insyaallah, jika Dia berkehendak maka kamu dan anak kita akan
diselamatkannya.”
Di pagi hari, istrinya mengeluh perutnya sakit. Sepertinya akan
melahirkan. Dengan sigap suaminya memanggil taksi untuk membawa
istrinya ke rumah bersalin terdekat. Di dalam taksi suaminya terus
berdoa. “Ya Allah, jika Engkau berkehendak maka tidak ada satupun
makhluk yang dapat menolak kehendak-Mu. Izinkanlah aku meminta
pada-Mu Ya Robbi pencipta manusia. Istriku akan melahirkan, buatlah ia
tenang dalam perjalanannya menuju rumah bersalin agar kegelisahanku
berkurang. Ya Robbi, lancarkanlah persalinannya dan selamatkanlah
keduanya. Ya Allah, karuniakanlah hamba anak yang sempurna dan
sholeh, yang nantinya dapat membahagiakan kami di dunia dan
akhirat.”
Sesampainya di rumah bersalin, dipanggilnya suster jaga untuk segera
menolong istrinya yang akan melahirkan. Setelah dibawa ke dalam ruang
bersalin oleh suster, suaminya menunggu di luar ruang. Harap cemas
menyelimutinya. Gelisah menghampiri saat terdengar suara teriakan
istrinya dari dalam ruangan. “Sepertinya proses persalinan sedang
berlangsung,” pikirnya seraya ia memanjatkan doa kepada Allah agar Dia
berkenan menyelamatkan istri dan anaknya. Ya, suaminya tak pernah
lepas dari berdoa. Ia sangat yakin hanya kepada Allah ia memohon
pertolongan.
Tak lama terdengarlah suara tangis bayi dari dalam ruang bersalin. Haru
menyelimuti sang suami. Tak terasa air mata pun menetes deras. Ia
bersimpuh sujud seraya berdoa mengucapkan terima kasih kepada Allah
Swt, Sang Khaliq yang telah menyelamatkan anaknya. Mendadak
muncul pertanyaan dalam hatinya, bagaimana dengan istrinya.
Dilanjutkan sujudnya, kini ia meminta agar diselamatkan istrinya, ibu dari
anaknya. Dalam sujudnya ia terkaget dengan suara derit pintu dan
seorang wanita yang memanggilnya. Oh ternyata dokter yang menolong
istrinya keluar dari ruang sambil berucap, “Selamat ya pak! Anak dan istri
bapak selamat. Sekarang bapak bisa melihat ke dalam. Silahkan..”
Mendengar itu, ia langsung saja menerobos masuk ke dalam ruang.
Dengan penuh cinta ia langsung menggendong bayinya. Lalu ia pun
mengumandangkan azan dan iqomat di telinga kanan dan kiri. Saat azan
dan iqomat dikumandangkan air mendadak deras mengalir keluar dari
matanya. Rupanya ia tak kuasa menahan tangis haru. Selepas itu tak
henti-hentinya ia bersyukur kepada Allah atas karunia dan nikmat yang
Allah berikan berupa anak dan keselamatan anak-istrinya.
*****
Saudaraku,
Seringkali kita lupa akan sosok yang satu itu. Kisah di atas mungkin
cukup untuk mengingatkan kembali sesungguhnya sosok pahlawan itu
ada di sekitar kita. Bahkan mereka selalu bersama kita sehari-hari.
Setiap pagi selalu membangunkan kita untuk sholat shubuh dan
menyiapkan sarapan untuk keluarga. Tatkala kita sakit mereka yang
pertama kali mengkhawatirkan keadaan kita dan membawa ke rumah
sakit. Mereka tak peduli berapa biaya yang dikeluarkan agar kita sehat
kembali. Di pikiran mereka, jangan sampai anak saya terlalu lama
merasakan sakitnya.
Saudaraku,
Karena itu seorang ibu dengan rela, siang dan malam menjaga kita. Ia
takut kalau kita memerlukan sesuatu atau hanya sekedar memberi
minum. Ketika suhu badan kita meninggi ia pun panik berteriak
memanggil dokter. Dalam kondisi seperti itu, seorang ayah dengan
sekuat tenaga mencari penghasilan tambahan agar ia dapat membiayai
pengobatan anaknya. Bahkan berbagai cara terkadang dilakukan. Jika
perlu berhutang akan dilakoninya, pintasnya.
Itu hanya sebagian kecil realita dari sosok pahlawan itu. Dalam kondisi
yang lain mungkin kita bisa mengingatnya kembali. Bagaimana dua
orang pahlawan itu sibuk mempersiapkan berbagai hal tatkala
mendengar anaknya masuk ke perguruan tinggi. Mereka tak pernah
mengeluh hatta mereka tidak memiliki uang sedikit pun. Mereka selalu
menutupi kondisi sebenarnya dengan baik, hanya untuk menyenangkan
hati anaknya. Prinsip mereka, biarlah kami berkorban jauh dari
kesenangan asalkan anak kami tidak sedih.
Cukupkah realita itu untuk mengkategorikan dua sosok, ayah dan ibu,
sebagai pahlawan? Bahkan jika bisa seharusnya mereka menyandang,
’Pahlawan Sejati’ dari seluruh pahlawan yang pernah ada di negeri dan
dunia ini. Karena ayah dan ibu, mereka berjuang dengan seluruh jiwa
dan harta. Tak ada sejengkal dari jasadnya yang tak ia korbankan demi
kebahagiaan anak tercinta. Tak ada sepeserpun uang yang mereka tak
keluarkan untuk kepentingan anaknya. Bahkan yang kini kita sebut
sebagai pahlawan, apakah mereka adalah Jenderal Sudirman atau Bung
Tomo, mereka dilahirkan dan dibesarkan oleh dua sosok pahlawan ini
Saudaraku,
Berbahagialah kalian yang disekitarnya masih ada dua sosok pahlawan,
ayah dan ibu. Jagalah mereka dengan baik. Usahlah kita berperilaku tak
baik pada mereka. Apalagi sampai kata ’ahh’ menghiasi mulut kita saat
berbicara dengan mereka. Mereka lebih dari sekedar pahlawan tanpa
tanda jasa.
Jika perlu, apa yang mereka inginkan kita berusaha untuk
memenuhinya. Melihat kita menjadi seorang sarjana adalah harapan
mereka. Dan menjadi anak yang sholeh-sholehah, berbakti pada mereka,
dan berguna bagi ummat adalah cita-cita mereka. Semoga kita dapat
mewujudkannya!
No comments:
Post a Comment