Wednesday, 12 April 2017

Kunci Surga Itu Bernama Kesetiaan

Kisah Inspirasi Islami | Kunci Surga Itu Bernama
Kesetiaan

Pada suatu hari, Fathimah Radhiyallahu ‘anha (RA) bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, siapakah perempuan yang akan
masuk surga pertama kali. Rasulullah menjawab, ”Seorang wanita yang
bernama Mutiah.”

Tentu saja Fathimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang
dibayangkannya. Mengapa orang lain, padahal dia adalah putri Nabi?...

Timbullah keinginan untuk mengetahui siapakah Mutiah itu. Apa
gerangan yang diperbuatnya sampai mendapat kehormatan yang begitu
tinggi?

Sesudah meminta izin kepada suaminya, Ali bin Abi Thalib RA, Fathimah
berangkat mencari rumah Mutiah. Putranya yang masih kecil, Hasan,
menangis ingin ikut. Maka digandengnya Hasan.

Tiba di depan rumah yang dituju, Fathimah mengetuk pintu,
“Assalaamu’alaikum…!”

“Wa’alaikumsalaam. Siapa di luar?” terdengar jawaban dari dalam rumah.
Suaranya cerah dan merdu.

“Saya Fathimah, putri Rasulullah.”

“Alhamdulillah, alangkah bahagia saya hari ini. Fathimah sudi
berkunjung ke gubug saya,” terdengar kembali jawaban dari dalam,
terdengar lebih gembira, dan makin mendekat ke pintu.

“Sendirian Fathimah?” tanya Mutiah.

“Aku ditemani Hasan.”

“Aduh, maaf ya,” suara itu seperti menyesal. “Saya belum mendapat izin
untuk menemui tamu laki-laki.”

“Tapi Hasan masih kecil.”

“Meski kecil, Hasan laki-laki. Besok saja datang lagi, saya akan minta
izin kepada suami saya.”

Sambil menggeleng-nggelengkan kepala, Fathimah akhirnya minta
permisi.

Besoknya ia datang lagi. Kali ini Husain, adik Hasan, diajak juga. Bertiga
dengan anak-anak yang masih kecil itu, Fathimah mendatangi rumah
Mutiah.

Setelah memberi salam dan dijawab gembira, Mutiah bertanya dari
dalam, “Jadi dengan Hasan? Suami saya sudah memberi izin.”


“Ya, dengan Hasan dan Husain.”

“Ha! Mengapa tidak bilang dari kemarin? Yang dapat izin cuma Hasan,
Husain belum. Terpaksa saya tidak bisa menerima juga.”

Lagi-lagi Fathimah gagal bertemu.

Esok harinya barulah mereka disambut baik-baik oleh Mutiah. Keadaan
rumah itu sangat sederhana. Tidak ada satu pun perabot mewah,
namun semuanya teratur rapi.

Ada tempat tidur yang terbuat dari kayu kasar namun tampak bersih.
Alasnya putih, agaknya baru dicuci. Bau di dalam sangat segar.
Membuat orang betah tinggal berlama-lama.

Fathimah kagum melihat suasana yang sangat menyenangkan itu.
Hasan dan Husain pun yang biasanya kurang begitu senang berada di
rumah orang, kali ini tampak asyik bermain-main.

“Maaf, saya tidak bisa menemani Fathimah duduk, sebab saya sedang
menyiapkan makan buat suami saya,“ kata Muthiah sambil sibuk di
dapur.

Mendekati tengah hari, masakan itu sudah rampung. Mutiah menatanya
di atas nampan. Juga, menaruh cambuk.

Fathimah bertanya, ”Suamimu kerja di mana?”

“Di ladang.”

“Penggembala?”

“Bukan. Bercocok tanam.”

“Tapi mengapa kau bawakan cambuk, untuk apa?”

“Oh, itu,” Mutiah tersenyum. “Cambuk itu saya sediakan untuk
keperluan lain.”

Fathimah penasaran.

“Maksud saya begini. Kalau suami saya sedang makan, maka akan saya
tanyakan apakah cocok atau tidak. Kalau dia bilang cocok, tak akan
terjadi apa-apa. Tetapi kalau bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya
berikan kepadanya agar punggung saya dicambuk sebab tidak bisa
menyenangkan hati suami.”

“Atas kehendak suamimukah kau bawa cambuk itu?”

“Oh, sama sekali tidak. Suami saya adalah orang yang lembut dan
pengasih. Ini semua semata-mata kehendak saya agar jangan sampai
saya menjadi istri yang durhaka kepada suami.”

Usai mendengar penjelasan ini, Fathimah minta permisi. Dalam hati ia
berkata, pantas ia wanita penghuni surga untuk pertama kali. Baktinya
kepada suami begitu besar dan tulus.

Subhanalah...

Semoga Bermanfaat!

No comments:

Post a Comment